Jumat, 05 Oktober 2012

Ketakutan yang menghantui saat bicara di depan banyak orang!

Ada banyak jenis ketakutan yang muncul saat seseorang akan melakukan presentasi atau berbicara didepan banyak orang. Pada umumnya ketakutan ini diakibatkan oleh pengalaman yang buruk dimasa lalu.Pengalaman itu sangat berkesan bagi orang tersebut sehingga terbawa hingga kehidupannya masa kini.Biasanya pengalaman – pengalaman buruk tersebut menjadi salah satu penghambat seseorang untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan salah satunya dalam hal berbicara didepan banyak orang.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai beberapa ketakutan yang biasanya timbul, perlu juga diketahui faktor yang menyebabkan timbulnya ketakutan ini. Karena ketakutan itu didapat dari pengalaman buruk masa lalu, seperti yang disebutkan di atas, maka yang perlu kita ketahui adalah dari mana sajakah pengalaman yang dimaksud tersebut? Siapa sajakah yang peling berpengaruh menyebabkan hal ini? Faktor yang pertama paling kuat pengaruhnya adalah orang tua. Semenjak dari kecil setiap perkataan yang kurang tepat dan perlakuan yang kasar akan menyebabkan seorang anak memiliki pengalaman buruk. Pernyataan yang membatasi, menghina, mengkerdilkan, menyepelekan, membanding-bandingkan akan menjadi "rem" yang menghambat kemajuan anak setelah dewasa. Citra diri yang kurang baik, akan membuat seseorang tanpa sadar merasa tidak layak dan dipenuhi ketakutan untuk sekedar berbicara didepan orang lain. Hal ini muncul dalam perilaku gerak gerik, bahkan hingga respon tubuh kita seperti keringat berlebihan hingga gemetaran. Jika ingin maju kita harus bijak menyikapi hal ini, dengan tidak mempersalahkan masa lalu atau orang tua kita, karena mereka telah berjasa dan begitu mencintai kita walau terkadang caranya tidak selalu tepat. Mengambil keputusan untuk mau maju dan berubah adalah hal terbaik yang dapat dilakukan, tentunya harus diawali dengan hati yang terbuka, memaafkan, dan mengasihi orang tua kita.Benar sekali !Anda harus berani mengambil keputusan dan melepaskan beban tersebut dengan sikap menerima dan memaafkan. Maknailah kembali hidup anda Dimasa lalu, bahwa apa yang terjadi adalah karena orang tua anda tidak tahu caranya. Ingat dan kenanglah hal-hal positif yang dilakukan orang tua, karena akan membuat hidup anda semakin bermakna. Pribadi yang tidak lagi dihantui pengalaman masa lalu akan tampil dengan lebih percaya diri dan terbuka, disinilah karisma yang sesungguhnya akan mulai muncul. Pastikan juga untuk berlatih dengan metode yang benar. Faktor kedua yang juga berpengaruh adalah dari saudara kandung atau orang yang serumah selain orang tua. Faktor ketiga adalah orang-orang diluar rumah, mulai dari sanak saudara, teman, guru, pemuka agama dan lingkungan sekitar. Faktor-faktor kedua dan ketiga biasanya jauh lebih mudah dibereskan ketika kita sudah mengatasi faktor yang pertama. Saran saya ikutilah pelatihan presentation skill yang menyertakan aspek-aspek diatas, agar anda dibimbing dengan langkah-langkah yang benar. Mempelajari banyak teknik tanpa menghilangkan hambatan yang dimiliki adalah pembelajaran yang tidak maksimal. Sukses untuk Anda! SUMBER Blogger Karawang tinggalkan komentar

Bosen Kerja atau Bosen Kerjaannya?

Ada sebuah pertanyaan klasik yang akan selalu membuat kita gampang – gampang sulit menjawabnya; "Apa cita-cita Anda?" Jika pertanyaan ini dilontarkan pada seorang anak TK atau SD, maka akan dengan lantang mereka akan menjawab: "Saya ingin jadi Presiden"; "Saya ingin jadi Dokter"; "Saya ingin jadi Pengusaha Sukses" serta jawaban-jawaban lain yang bahkan pernah kita lontarkan saat kita berada di usia tersebut. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita secara konsisten menjawab dengan jawaban yang sama saat kita berada di bangku kuliah atau bahkan pada saat kita bekerja sekarang? Sebagian dari kita mungkin memberikan jawaban yang sama, namun sebagian besar dari kita mungkin menjawab hal yang berbeda. Mengapa? Hal ini terjadi karena saat ditanya mengenai cita-cita ketika kita masih kecil, kita hanya berorientasi pada hasil akhir. Pada usia tersebut, kita hanya melihat potret seorang dokter sebagai pihak otoriter yang bisa menyembuhkan seseorang, presiden yang memiliki pengawal, mobil mewah, dan memimpin suatu negara, atau pengusaha sukses yang seolah memiliki kekayaan tak terbatas, tanpa melihat proses yang ada untuk mencapai hal tersebut. Dampaknya, ketika kita lulus dari bangku kuliah, dalam memilih pekerjaan terkadang kita hanya tergiur dengan besarnya nama perusahaan, profil sukses seorang manajer, benefit yang mungkin didapatkan, tanpa memperhatikan proses atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai hal tersebut. Hal ini banyak sekali ditemui di zaman modern ini sehingga kalimat-kalimat di bawah ini banyak terdengar di bis, kantin, twitter, status bbm, dan media lainnya. "Duh bosen nih, kerjaannya kok admin banget yah" "BT nih… Bos gw nggak asyik" "Orang-orang di tim gw bikin emosi mulu, nggak betah gw" "Bosen banget nih kerjaannya itu itu aja nggak ada tantangannya" "Duh gue nggak suka jualan kok disuruh jualan" Kebosanan merupakan salah satu sindrom yang sering dialami oleh karyawan, bahkan karyawan yang baru bekerja kurang dari satu tahun. Hal ini mengakibatkan mereka akan seperti kutu loncat (pindah-pindah pekerjaan). Namun tak lama kemudian celotehan tersebut muncul lagi karena mereka mengalami hal yang sama di tempat barunya, sampai mereka menarik kesimpulan keras: Gue BOSEN KERJA. Hal ini tidak dapat disalahkan karena budaya kita membuat kita untuk selalu berorientasi pada hasil bukan pada proses. Ada tiga poin dasar dalam menghindari fenomena “bosen kerja”, yaitu disebut dengan API. 1. Aim from the heart. Suatu pekerjaan akan menjadi menyenangkan apabila kita memiliki semangat dalam menjalaninya. Hal apa yang bisa membuat kita bersemangat dalam bekerja? Satu hal mendasar yang harus ada yaitu "API kecil" yang menjadi trigger kita dalam melakukan sesuatu. Masalahnya adalah proses menemukan "API kecil" tersebut berbeda pada tiap orang. Ada yang sangat mudah menemukannya, ada yang sangat sulit, ada yang bisa menemukannya sendiri, bahkan ada yang memerlukan bantuan orang lain. Jika Anda merasa tidak bisa menemukan "API kecil" Anda sendirian, Anda bisa mencoba berdiskusi dan meminta masukan dari orang lain. 2. Price/Payment Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang bekerja sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, nilai ekonomis juga merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan. Apakah pekerjaan kita menunjang kebutuhan sehari – hari kita. Jangan sampai karena terlalu mengejar aim kita melupakan pemenuhan kebutuhan kita. Di sinilah tugas kita untuk mencari hubungan antara api kecil kita dengan nilai ekonomis yang ingin dicapai. Jika kita tidak bisa menemukan hubungan api kecil dengan nilai ekonomis kita, buatlah link itu sehingga kita bisa memenuhi kebutuhan sekaligus bekerja dengan penuh semangat. 3. Impossible = I’m Possible Dalam setiap proses untuk mencapai sesuatu, sering sekali ditemukan kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut lantas seolah menjadi tembok besar dalam proses yang tengah dijalani dan tidak jarang sampai pada satu kesimpulan fatal, yaitu: IMPOSSIBLE. Dalam kata impossible sendiri sebenarnya terdapat kata "I’m" dan "possible", yang bermakna “mungkin”. Segala sesuatunya adalah mungkin, juga pada waktu gagal. Orang – orang sukses tidak pernah merasa dirinya gagal, namun melihat kegagalan sebagai bahan pembelajaran, dan merupakan bagian dari prosesnya menjadi sukses. So, bosen kerja? Bosen kerjaannya? Nyalakan API-mu! SUMBER tinggalkan komentar Blogger Karawang

Menjaga Perasaan

Seorang presiden Afrika diundang makan malam ke rumah presiden Prancis, Charles de Gaulle. Diakhir jamuan para pelayan membawakan mangkuk kecil berisi air hangat untuk setiap tamu. Mangkuk itu adalah mangkuk cuci tangan untuk membersihkan tangan mereka. Namun tamu dari Afrika tidak mengetahui hal ini karena di Afrika tidak ada kebiasaan seperti itu. Ia mengira mangkuk kecil itu berisi minuman. Maka Ia pun meminum habis isi mangkuk itu.
Di meja itu beberapa orang tersenyum. Mereka sangat terhibur dengan kesalahan konyol ini. Tapi de Gaulle, dengan nada berwibawa mengangkat mangkuknya dan berkata, "Tuan-tuan mari bersulang!" Kemudian ia meminum air yang ada di mangkuk cuci tangannya dan orang-orang yang tadi mengolok-olok segera mengikutinya. Berkat tindakan de Gaulle, tamu dari Afrika itu tidak "kehilangan muka". De Gaulle baru saja memberi pelajaran berharga mengenai menjaga perasaan. Ya, menjaga perasaan adalah sebuah perbuatan mulia yang patut dimiliki oleh siapa pun khususnya oleh para pemimpin. Sayangnya masih banyak kejadian-kejadian yang justru menunjukan hal yang sebaliknya. Demi terlihat hebat, tidak sungkan-sungkan sang pemimpin mempermalukan bawahannya di depan umum. Beberapa waktu yang lalu saya pernah melihat sebuah kejadian menarik di televisi, yaitu ketika seorang pemimpin yang sedang pidato menegur tamunya karena tertidur saat Ia sedang berbicara. Tentu saja ia nampak hebat karena tegas dan berwibawa. Tapi saya jamin, bagi orang yang ditegur adalah kejadian memalukan yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya. Kalau saja tujuannya adalah untuk mendisiplinkan bawahannya, bukankah Ia bisa menegurnya langsung tidak dihadapan banyak orang termasuk penonton televisi? Dalam lingkup dunia kerja, prinsip menjaga perasaan ini penting sekali untuk dilakukan. Ini semata bukan hanya untuk kepentingan subjektif, melainkan juga sebagai bentuk penghormatan kita pada Tuhan melalui mahkluk ciptaan-Nya. Mereka semua adalah kesayangan Tuhan yang harus dijaga perasaannya. Mereka bisa berperan sebagai apa saja. Bisa sebagai atasan, bawahan, nasabah, mitra kerja, pelanggan, bahkan pesaing. Pada dasarnya, orang-orang yang hadir dalam kehidupan kita adalah “tamu” utusan Tuhan yang harus di layani dengan baik dan dijaga perasaannya. Seperti kita ketahui bersama bahwa di kehidupan ini berlaku Hukum Sebab Akibat. Hukum ini menyatakan bahwa setiap akibat pasti ada sebabnya, dan setiap sebab pasti mempunyai akibat. Segala sesuatu yang merupakan "sebab" sebenarnya adalah "akibat" dari sesuatu yang ada sebelumnya. Dan "akibat" tersebut menjadi "sebab" dari sesuatu yang lain. Tidak mungkin memulai rangkaian peristiwa yang "baru". Semua agama dan filsafat berbicara tentang Hukum Sebab Akibat dengan bahasa yang berbeda-beda. Pada prinsipnya hukum ini mangungkapkan bahwa, Jika Anda menanam pohon kebaikan, kelak akan memetik buah kebaikan. Jika Anda menanam pohon keburukan, kelak Anda pun akan memetik buah keburukan. Itu berarti, jika kita menjaga perasaan orang lain, maka perasaan kita pun juga akan dijaga Tuhan. Pembaca yang baik, Mari kita selalu berusaha menjaga perasaan siapa pun, bukan semata karena mengetahui ada keuntungan dari Hukum Sebab Akibat seperti yang sepintas kita bahas di atas, melainkan karena bentuk penghambaan kita pada Yang Maha Kuasa dan juga sebagai keberpihakkan kita pada sisi jiwa kita yang baik, yang diliputi cahaya cinta kasih. Rawat dan jagalah perasaan mereka dengan ketulusan tanpa batas. SUMBER tinggalkan komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites