1. RISIKO BISNIS DAN RISIKO FINANSIAL
Dalam mempelajari teknik penggunaan modal kita mendefinisikan risiko sebagai variabilitas dari keuntungan atau pendapatan yang diharapkan terjadi. Karena perhatian kita saat ini difokuskan pada keputusan pendanaan investasi, kita lebih baik membagi variasi arus pendapatan yang disebabkan oleh (1) Keterbukaan perusahaan terhadap risiko bisnis, dan (2) keputusan perusahaan yang menimbulkan risiko finansial.
a). Risiko Bisnis
Risiko Bisnis adalah ketidakpastian pada perkiraan pendapatan operasi perusahaan dimasa mendatang. Risiko bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi – operasi perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Risiko bisnis ini diukur dengan deviasi standar dari ROE ( Return On Equity ).
EAT
ROE =
Modal Sendiri
Deviasi standar ROE ( ROE ) mengukur variabilitas ROE – ROE perusahaan dari nilai ROE yang diproyeksi perusahaan.
Risiko bisnis dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut ini :
a). Variabilitas permintaan. Semakin pasti permintaan untuk produk perusahaan, cetris paribus, semakin rendah risiko bisnis.
b). Variabilitas harga. Semakin mudah harga berubah, semakin besar risiko bisnis.
c). Variabilitas biaya input. Semakin tidak menentukan biaya input, semakin besar risiko bisnis.
d). Kemampuan menyesuaikan harga jika ada perubahan biaya. Semakin besar kemampuan ini, semakin kecil risiko bisnis.
e). Tingkat penggunaan biaya tetap ( operating leverage ). Semakin tinggi operating leverage, semakin besar risiko bisnis. Pada umumnya, semakin besar biaya tetap, biaya variabel cenderung mengecil ( misalnya , investasi pada mesin akan mengurangi jam kerja karyawan ). Sebaliknya, biaya tetap yang kecil pada umumnya membawa konsekuensi biaya variabel yang besar.
b). Risiko Finansial.
Risiko finansial adalah risiko tambahan pada perusahaan akibat keputusan menggunakan hutang atau risiko yang ditimbulkan dari penggunaan hutang ( finansial leverage ).
Risiko Finansial = ROE (L) - ROE (U)
Dimana :
ROE (L) = Risiko perusahaan yang menggunakan hutang ( Leverage Firm )
ROE (L) = Risiko perusahaan yang tidak menggunakan hutang ( Unleverage Firm ) atau Risiko bisnis
Satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan hutang adalah :Penggunaan hutang akan meningkatkan ROE hanya jika tingkat keuntungan pada aktiva ( diukur dengan EBIT / total Aktiva ) lebih besar dari biaya modal ( biaya hutang )
2. RISIKO BISNIS DAN FINANSIAL : DARI PERSPEKTIF BETA
Robert Hamada menggabungkan teori CAPM dengan model MM – Dengan pajak untuk mendapatkan suatu model biaya modal untuk perusahaan yang menggunakan hutang sebagai berikut :
KsL = Suku bunga bebas risiko + Premi untuk risiko Bisnis + Premi untuk risiko
finansial
Atau dinyatakan sebagai :
KsL = krf + ( KM - krf ) b u + (KM - krf ) b u - ( 1 – T ) (D/S)
Dimana :
KsL = Biaya modal sendiri perusahaan yang menggunakan hutang
Krf = Suku bunga bebas risiko
KM = Tingkat keuntungan yang disyaratkan pada portofolio pasar
b u = beta untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang ( Unlevered firm )
T = Pajak ( tax rate )
D = Hutang Perusahaan
S = Modal sendiri perusahaan
Selanjutnya Hamada mengembangkan perhitungannya untuk menentukan hubungan antara beta untuk Leverd firm dan beta untuk ( b L ) Unleverd firm ( b u ).
Menurut Security Market Line pada CAPM :
KsL = KRf + ( KM - KRf ) bL.
Menurut Hamada :
KsL = KRf + ( KM - KRf ) bu + ( KM - KRf ) bu - ( 1 – T ) (D/S )
Maka,
KRf + ( KM - KRf ) bL = KRf + ( KM - KRf ) bu + ( KM - KRf ) bu - ( 1 – T ) (D/S )
( KM - KRf ) bL = ( KM - KRf ) bu + ( KM - KRf ) bu - ( 1 – T ) (D/S )
bL = bu + bu - ( 1 – T ) (D/S )
bL = bu + [ 1 + ( 1 – T ) (D/S ) ]
dimana :
b L = beta untuk perusahaan yang menggunakan hutang
b u = beta untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang
T = Pajak ( tax rate )
D = Hutang Perusahaan
S = Modal sendiri perusahaan
3. ANALISIS BREAKEVEN
Analisis Breakeven digunakan untuk menetukan jumlah penjualan ( dalam Rp atau unit ) yang menghasilkan EBIT ( Earnings Before Interest and Tax atau laba berseih sebelum bunga dan pajak ) sebesar 0. Dengan kata lain breakeven point ( BEP ) adalah suatu titik yang menunjukkan tingat penjualan yang menyebabkan perusahaan tidak untung juga tidak rugi.
Rumus untuk menghitung breakeven point :
F
BEP dalam Unit =
P - V
Dimana :
F = total Fixed Cost ( biaya tetap )
P = harga jual per unit
V = variable Cost ( biaya variable ) per unit
Rumus ini diperoleh dari perhitungan berikut ini :
EBIT = Penjualan - ( Total biaya variabel + Total biaya tetap ) = 0
= ( P.Q ) – ( V.Q + F ) = 0
= ( P.Q ) – ( V.Q ) - F ) = 0
Q ( P-V ) = F
QBEP = F
P – V
F
BEP dalam Rp = 1 – V/P
Dimana :
F = Fixed cost per unit
V = Variable Cost per unit
P = Harga jual per unit
Beberapa penerapan analisis breakeven :
a) Kebijakan harga
Harga jual dari suatu produk baru dapat ditentukan guna mencapai tingkat EBIT yang diinginkan. Selain itu analisis breakeven memberikan gambaran sejauh mana harga jual dapat diturunkan tanpa menyebabkan kerugian ( EBIT yang negatif ).
b) Negosiasi kontrak karyawan
Efek dari kenaikan biaya variabel akibat kenaikan upah karyawan terhadap jumlah breakeven ( BEP ) dapat dianalisis.
c) Struktur biaya
Alternatif mengurangi biaya variabel dengan konsekuensi kenaikan biaya tetap ddapat dievaluasi. Misalnya, suatu perusahaan yang ingin memilih padat karya ( biaya variabel tinggi, biaya tetap rendah ) atau padat modal ( biaya variabel rendah, biaya tetap tinggi ) dapat menggunakan analisis breakeven untuk melihat efek dari ke 2 alternatif tersebut terhadap EBIT atau BEP.
d) Keputusan pendanaan
Analisis terhadap struktur biaya perusahaan memberikan informasi tentang proporsi biaya operasi tetap yang ditanggungkan pada penjualan. Jika proporsi ini terlalu tinggi, perusahaan dapat memutuskan untuk tidak menambah biaya tetap.
4. OPERATING LEVERAGE
Operating Leverage adalah kepekaan EBIT terhadap perubahan penjualan perusahaan. Operating Leverage timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap. Dengan adanya biaya operasi tetap, perubahan pada penjualan akan mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada EBIT perusahaan. Misalnya , suatu perusahaan meramalkan penj sebesar Rp. 300.000,- ( atau 30.000 unit ), VC / unit = Rp. 6,- , FC = rp. 100.000,- . Apa yang terjadi dengan EBIT jika ternyata penjualan yang teerealisir adalah 20 % dari yang diperkirakan ?
Prediksi Realisasi
Penjualan Rp. 300.000,- Rp. 360.000,-
Total Variable Cost Rp. 180.000,- Rp. 216.000,-
Fixed Cost Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
EBIT Rp. 20.000,- Rp. 44.000,-
EBIT naik sebesar Rp. 24.000,- yang berasal dari kenaikan penjualan sebesar Rp. 360.000,- dikurangi kenaikan biaya variabel total sebesar Rp. 36.000,-
44.000 - 20.000
Prosentase perubahan EBIT =
20.000
= 120 %
Pada penjualan Rp. 300.000,- persentase perubahan EBIT adalah 6 x persentase perubahan penjualan.
Degree of Operating Leverage ( DOL ) mengukur berapa persen EBIT berubah jika penjualan berubah 1 %.
Persentase perubahan pada EBIT
DOL Rp =
Persentase perubahan pada penjualan
Dimana DOL Rp = DOL pada rupiah penjualan tertentu
EBIT
EBIT
DOL =
Q
Q
Karena EBIT = Q ( P – V ) - F
Maka EBIT = Q ( P – V ) karena F tetap.
Q ( P – V ) - F Q
DOL = x
Q ( P – V ) - F Q
Q ( P – V )
DOL Rp =
Q ( P – V ) - F
Dimana :
Q = Unit penjualan
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
F = Total biaya tetap
Semakin tinggi tingkat penjualan perusahaan, semakin rendah DOL.
Semakin besar DOL perusahaan , semakin peka atau semakin besar variasi keuntungan akibat perubahan pada penjualan perusahaan. Maka DOL jelas merupkan suatu atribut dari risiko bisnis perusahaan. Semakin tinggi DOL, semakin besar pula risiko bisnis perusahaan.
5. FINANCIAL LEVERAGE
Suatu perusahaan dikatakan menggunakan “ financial leverage “ jika ia membelanjai sebagian dari aktivanya dengan sekuitas yang membayar bunga yang tetap ( misalnya, hutang pada bank, menerbitkan obligasi atau saham preferen ). Jika Perusahaan menggunakan “ financial leverage “ atau hutang, perubahan pada EBIT perusahaan akan mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada EPS ( Earnings per share ) atau penghasilan per lembar saham perusahaan.
Degree of Financial Leverage ( DFL ) mengukur kepekaan EPS terhadap perubahan EBIT perusahaan.
Prosentase perubahan pada EPS
DFL Ebit =
Prosentase perubahan pada EBIT
Dimana DFL adalah Degree of Financial Leverage pada EBIT tertentu.
EBIT
DFL =
EBIT – biaya bunga
Atau
Q ( P – V ) - F
DFL =
Q ( P – V ) - F - C
Dimana :
Q = Unit penjualan
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
F = Total biaya tetap
C = Biaya bunga
Semakin besar DFL , semakin besar pula fluktuasi EPS akibat perubahan pada EBIT perusahaan. Besar – kecilnya DFL tergantung pada besar – kecilnya hutang yang digunakan perusahaan. Semakin besar hutang yang digunakan, semakin besar pula DFL sehingga semakin besa risiko finansial perusahaan.
6. KOMBINASI OPERATING DAN FINANCIAL LEVERAGE
DOL mengukur kepekaan EBIT terhadap perubahan penjualan, sedangkan DFL mengukur kepekaan EPS terhadap perubahan EBIT. Jika DOL dikalikan DFL, kita akan mendapatkan Degree of Combined Leverage ( DCL ) yang menunjukkan kepekaan EPS terhadap perubahan penjualan.
DCL = DOL x DFL
Maka:
Q ( P – V )
DCL Rp =
Q ( P – V ) - F - C
Dimana, DCL Rp adalah degree of combined leverage pada rupiah penjualan tertentu.
Soal Latihan:
PT BANJIR DUIT sedang mempertimbangkan suatu program yang memerlukan dana Rp 8.000.000,-. Alternatif pendanaan adalah (1) menerbitkan sham biasa dengan harga Rp 20 per lembar, (2) menerbitkan obligasi dengan bunga 9%, atau (3) kombinasi hutang 50% dengan bunga 9% dan saham 50% dengan harga jual Rp 20 per lembar. Biaya tetap adalah Rp 2.000.000,- biaya variabel Rp 25 per unit, dan harga jual Rp 50 per unit. Perusahaan saat ini memiliki 800.000 lembar saham yang beredar dan tingkat pajak 40%.
a. Berapa BEP perusahaan ?
b. Berapa DOL pada BEP ?
c. Harapan penjualan perusahaan adalah 100.000 unit. Hitung expected EPS untuk setiap alternatif pendanaan.
d. Tentukan DFL untuk setiap alternatif pendanaan pada tingkat penjualan yang diharapkan.
e. Tentukan DCL untuk setiap alternatif pendanaan pada tingkat penjualan yang diharapkan.
Analsisis BEP
PT ABC dalam operasinya mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp 10.000.000,- per tahun. Biaya variable sebesar Rp 2.000,- per unit. Sedangkan harga jual produk sebesar Rp 6.000,- per unit.
Diminta:
a. Berapa BEP dalam unit dan rupiah
b. Berapa penjualan yang harus dicapai, bila perusahaan mengingingkan laba sebelum pajak sebesar Rp 2.000.000 pada tahun depan.
c. Berapa penjualan harus dicapai bila perusahaan menginginkan laba sebesar Rp 2.000.000,- setelah pajak, jika tariff pajak 20%.
d. Berapa penjualan harus dicapai bila perusahaan menginginkan laba sebelum pajak sebesar 20% dari penjualan pada tahun depan.
e. Berapa batas penurunan penjualan perusahaan pada tahun depan.
f. Berapa penjualan yang di capai perusahaan apabila perusahaan terpaksa harus menutup usahanya, bila diketahui bahwa 60% biaya tetap merupakan biaya tetap tunai.
Analisis Leverage
PT ABC mempunyai modal sendiri Rp 800.000.000,- dan berencana melakukan ekspansi dengan tambahan modal sebesar Rp 400.000.000,-. Ada tiga alternatif pendanaan yang sedang dipertimbangkan, yaitu:
1. mengeluarkan saham biasa semua
2. mengeluarkan obligasi dengan bunga 12%
3. mengeluarkan saham preferen dengan deviden 11%
Saat ini laba sebelum bungan dan pajak (EBIT) perusahaan sebesar Rp 120.000.000,-. Dengan adanya ekspansi maka laba diharapkan akan naik menjadi Rp 216.000.000,-. Tingkat pajak 40%. Pada saat ini saham biasa perusahaan yang beredar 200.000 lembar. Saham biasa akan dijual Rp 4.000,- per lembar.
Diminta:
1. Bagaimana dampak setiap alternative pendanaan tersebut pada laba per lembar saham (EPS)
2. Berapa indifferent point saham biasa dan hutang
3. Berapa indifferent point saham biasa dan saham preferen
4. Gambar grafik indeferent point atas ketiga alternative pendanaan tersebut.
Merger Perusahaan
PT ABC sedang mempertimbangkan pembelian PT CBA dengan saham biasa. Data keuangan kedua perusahaan sebagai berikut:
Keterangan PT ABC PT CBA
Laba sekarang Rp 320.000.000 Rp 80.000.000
Jumalah saham 2.000.000 lbr 800.000 lbr
Rasio harga saham/laba (PER) 12 x 8 x
PT ABC akan memebeli PT CBA dengan menawarkan premi 20% di atas harga pasar saham PT CBA.
Diminta:
1. Berapa rasio pertukaran saham tersebut
2. Berapa saham baru yang harus dikeluarkan
3. Berapa lembar saham perusahaan yang bertahan setelah merger
4. Biala price earning ratio (PER) PT ABC tetap 12, berapa harga pasar per lembar saham perusahaan yang tetap bertahan.