Jumat, 07 Oktober 2011

PEREKONOMIAN INDONESIA DAN PELAKUNYA



Sifat manajemen produksi perusahaan multinasional dalam banyak hal serupa dengan sifat pada perusahaan domestik. Keduanya berkaitan dengan penggunaan secara efisien dari faktor produksi seperti misalnya tenaga kerja dan modal, dan cara peningkatan produktivitas melalui pengurangan biaya. Dengan meningkatnya persaingan global, para manajemen perusahaan internasional maupun domestik mencari cara memperkecil biaya sambil menyempurnakan produk-produk mereka agar tetap dapat bersaing. Solusinya adalah dengan melakukan Outsourcing. Outsourcing, adalah menggunakan sumber daya dari luar, yaitu dengan menyewa orang atau perusahaan lain untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bukan inti, daripada mengerjakannya sendiri di dalam perusahaan.

Penggunaan sumber daya secara global dan Permasalahannya
Meskipun alasan utama menggunakan sumber secara global adalah untuk memperoleh harga yang lebih rendah, namun ada alasan-alasan lain.
Alasannya:
harga lebih rendah dari sumber-sumber luar negeri
produk-produk tertentu yang dibutuhkan perusahaan tidak tersedia secara lokal dan harus diimpor
sikap dan operasi perusahaan di seluruh dunia
teknologi maju yang dapat diperoleh dari sumber-sumber luar negeri
produk-produk berkualitas lebih tinggi yang dapat diperoleh dari sumber-sumber luar negeri
Karena alasan utama perusahaan-perusahaan multinasional melakukan pembelian bahan-bahan di luar negeri adalah harga yang lebih rendah, kadang mereka terkejut karena apa yang tampaknya merupakan harga yang lebih rendah ternyata menjadi lebih mahal karena adanya biaya-biaya tambahan. Pembeli harus memahami syarat-syarat penjualan seperti angkutan internasional, asuransi, dan pengepakan internasional dapat menambahkan sebanyak 10 sampai 12% terhadap harga yang diperhitungkan, bergantung pada syarat-syarat penjualan yang digunakan. Daftar biaya-biaya impor tersebut selain angkutan, asuransi, dan pengepakan internasional adalah bea masuk, biaya letter of credit, biaya-biaya perjalanan dan komunikasi, dan biaya lain-lain.
Permasalahan lain dalam pengadaan sumber global adalah suatu kerugian yang seharusnya tidak dihadapi importir adalah peningkatan harga karena mata uang di dalam negeri telah menurun nilainya sebagai akibat fluktuasi kurs. Misalnya jika importir Amerika Serikat meminta eksportir untuk menghitung harga-harga dalam dollar, importir tersebut tidak memiliki resiko nilai tukar mata uang. Akan tetapi, jika perusahaan itu mempunyai volume impor yang besar dan dollar yang tidak stabil, manajemen mungkin menginginkan suatu perhitungan harga dalam mata uang asing. Dalam hal itu, kepala bagian keuangan perusahaan impor kemungkinan akan melindungi perusahaannya dari resiko nilai tukar dengan menggunakan teknik-teknik hedging (alih resiko). Hedging adalah suatu kesepakatan pada saat ini untuk membeli atau menjual sejumlah valuta asing yang akan diterima atau dibayarkan pada masa yang akan datang pada suatu nilai tukar yang disepakati pada saat ini.

Kurva Pengalaman
Segi penting dari manajemen produksi modern adalah konsep kurva pengalaman. Kurva pengalaman merupakan hubungan antara akumulasi produksi dan biaya manufaktur unit. Hubungan ini pertama kali diamati oleh Boston Consulting Group. Ditemukan bahwa banyak perusahaan besar biaya unit turun dengan 5 sampai 30 persen dengan setiap kelipatan akumulasi produksi. Penurunan biaya berasal dari skala ekonomi. Skala ekonomi adalah penurunan biaya yang dihasilkan dari peningkatan produksi suatu produk.

Kurva pengalaman mempunyai beberapa impilikasi untuk bisnis internasional:
Jika MNE gagal mendapatkan penurunan biaya, kemungkinan MNE tersebut akan ketinggalan dengan pesaingnya dalam memanfaatkan efek kurva pengalaman.
Bila MNE tidak tumbuh paling sedikit pada tingkat pertumbuhan yang sama seperti pesaingnya, pesaing itu akan mendapatkan peluang untuk memperoleh penurunan harga melalui efek kurva pengalaman.
Bila penurunan biaya dihasilkan dari peningkatan bagian pasar, MNE dengan bagian pasar yang dominan akan dapat membela dirinya karena rival mereka tidak mendapat penurunan biaya yang lebih besar.
Kurva pengalaman beroperasi sebagai rintangan masuk bagi perusahaan baru.

Teknologi Produksi Maju – Jepang
Sumber utama dari keunggulan Jepang terletak pada penggunaan strategi manufaktur dan produk yang dirancang dengan baik. Strategi mereka didasarkan pada kesempurnaan manufaktur dan produktivitas yang tinggi. Fokusnya adalah pada efisiensi proses, dihubungkan pada perencanaan dan pengendalian produksi.
Agar kompetitif di pasar-pasar dunia, perusahaan-perusahaan Jepang harus menyediakan produk-produk berkualitas tinggi dengan harga yang murah. Dalam memeriksa komponen-komponen biaya mereka, para manajer Jepang menyadari bahwa semua perusahaan mengetahui biaya persediaan adalah faktor utama. Menghilangkan persediaan akan menurunkan biaya tenaga dengan 40%, misalnya. Sistem ini terkenal dengan istilah JIT (Just-in-time), adalah suatu sistem yang seimbang di mana terdapat sedikit atau tidak ada persediaan barang setengah jadi dan barang jadi yang tertunda dan menganggur.

Namun untuk beroperasi tanpa persediaan, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi:
Komponen-komponen baik yang dibeli dari pemasok luar maupun yang dibuat di dalam pabrik yang sama haruslah bebas dari kerusakan. Jika tidak maka lini produksi harus ditutup sementara para pekerja di semua operasi berikutnya menunggu masukan yang dapat digunakan.
Suku cadang dan komponen-komponen harus diserahkan ke tiap titik dalam proses produksi pada waktu diperlukan, karena itu disebut JIT (just in time).
Untuk mengurangi persediaan barang jadi dan tetap merespons dengan cepat pesanan pelanggan, para pabrikan perlu membentuk unit-unit produksi yang fleksibel, yang memerlukan waktu persiapan yang cepat
Perlu mengurangi waktu pemrosesan.Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah memperpendek waktu untuk mengangkut barang setengah jadi dari satu operasi ke operasi berikutnya.Perusahaan-perusahaan Jepang mengelompokkan mesin-mesin menurut aliran kerja dari sebuah produk tunggal yang ternyata mengurangi ongkos angkut.
Pabrikasi yang fleksibel memungkinkan perubahan-perubahan produk dilakukan dengan cepat, tetapi tiap perubahan dalam lini produksi masih memerlukan biaya. Karenanya, para pabrikan menyederhanakan lini-lini produk dan merancang produk-produk tersebut untuk menggunakan sebanyak mungkin komponen yang sama.
Agar JIT berhasil, para pabrikan harus memperoleh kerjasama dari para pemasok mereka. Perusahaan-perusahaan Jepang menggunakan pemasok yang lebih sedikit dibanding perusahaan Amerika Serikat dan perusahaan Jepang berusaha memantapkan hubungan yang erat dengan pemasok mereka, termasuk memanggil pemasok selama desain produk.
Untuk menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, dan mempersingkat waktu produksi, manajemen Jepang membutuhkan para desiner produk, manajer-manajer produksi, orang-orang pembelian, dan para pemasar untuk bekerja sebagai sebuah tim
Dengan menghimpun orang-orang ini memungkinkan para pemasok untuk menyarankan pemakaian komponen standar dengan biaya rendah yang mereka produksi secara reguler, pabrikasi untuk menunjukkan kapan perubahan sebuah perubahan desain dapat menyederhanakan proses produksi, dan pemasaran untuk menyumbangkan informasi dari sudut pelanggan, semuanya sebelum produk pertama diproduksi.
Untuk meningkatkan kualitas, para manajer Jepang harus menggunakan pendekatan hubungan antar manusia yang berbeda dari pendekatan yang lazim seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Setiap orang, dari manajemen puncak sampai kepada para pekerja, harus memiliki komitmen terhadap kualitas. Melibatkan pekerja tidaklah terlalu sulit karena praktik pekerjaan seumur hidup orang Jepang dan manfaat sosial yang ditawarkan perusahaan-perusahaan Jepang kepada karyawannya.

Permasalahan dalam sistem Just in Time Jepang
Banyak pabrikan Amerika berbondong-bondong ke Jepang untuk mempelajari “keajaiban” just in time dan secara keliru telah meniru hanya sebagian daripadanya: fokus yang sempit pada penjadwalan persediaan barang-barang, yang disebut oleh sebagian orang “JIT kecil”. Mereka gagal untuk mengetahui bahwa yang penting adalah “JIT besar”, yaitu sistem total yang mencakup manajemen orang, bahan, dan hubungan dengan para pemasok. Selain itu banyak orang tidak memahami bahwa JIT termasuk TQM (Total Quality Management), dimana penyempurnaan yang terus-menerus merupakan bagian yang integral.
Kesulitan lain ialah perbedaan sikap (sebuah kekuatan cultural) antara para manajer Jepang dan Barat. Para manajer dan serikat buruh Amerika masih menilai tinggi spesialisasi fungsi-fungsi pekerja berdsasarkan sistem manajemen ilmiah dari Taylor. Sistem ini bertentangan dengan prinsip-prinsip lingkaran mutu: (1) pengambilan keputusan partisipatif dan (2) kapabilitas pemecahan masalah dari pekerja. Para manajer Amerika, yang menekan untuk memperoleh hasil cepat, merasa kecewa ketika lingkaran mutu tidak menawarkan solusi yang segera untuk penyempurnaan. Praktik tidak menjamin pekerjaan dalam jangka panjang juga membuat lebih sulit untuk memperoleh kesetiaan perusahaan kepada JIT.


Teknologi Produksi Maju – Amerika Serikat
Para pakar produksi AS juga menyadari bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam JIT sendiri
JIT terbatas pada operasi-operasi yang memproduksi komponen-komponen yang sama berulang-ulang karena merupakan sistem yang seimbang, yaitu operasi-operasi yang dirancang untuk memproduksi jumlah komponen yang sama
Karena JIT adalah sistem yang seimbang, jika sebuah operasi berhenti, maka keseluruhan lini produksi berhenti – tidak ada persediaan untuk menjaga operasi berikutnya berjalan
Mencapai sebuah sistem yang seimbang adalah sulit karena kapasitas produksi berbeda-beda di antara golongan mesin-mesin.
JIT memerlukan pemeliharaan preventif terhadap kerusakan-kerusakan mesin, karena kerusakan mesin yang tiba-tiba akan menghentikan keseluruhan proses produksi.
Banyak teknik coba-coba yang diperlukan untuk memberlakukan sistem itu
Permasalahan-permasalahan dalam JIT, terutama lamanya waktu yang diperlukan untuk pemasangannya di dalam sebuah sitem pabrikasi, menyebabkan sebagian perusahaan Amerika menyadari bahwa diperlukan sesuatu yang lain untuk membantu mereka memperoleh bagian pasar yang terlepas kepada Jepang. Banyak yang beralih ke pabrikasi sinkronI (synchronous manufacturing), juga disebut teori kendala (theory of constraints – TOC), sistem kendali penjadwalan dan pabrikasi yang berusaha menentukan letak dan kemudian mengurangi atau meminimalkan sesuatu kendala untuk memperbesar keluaran produksi, seperti mesin, orang, peralatan, dan sarana. Keluaran sistem tersebut ditetapkan pada keluaran operasi yang paling lambat (bottleneck) yang sedang bekerja dengan kapasitas penuh.

Sebuah program komputer yang dikembangkan oleh Dr. Goldtratt, berasal dari TOC menjadwalkan pekerjaan, mempertimbangkan operasi-operasi bottleneck dan nonbottleneck. Ini membuat penjadwalan jauh lebih cepat karena jadwal-jadwal produksi dan simulasi dapat dilakukan pada komputer ketimbang harus dicapai dengan jadwal melalui coba-coba, seperti yang diperlukan pada JIT. Juga, sekali suatu bottleneck ditemukan, manajer operasi dapat mengmengkonsentrasikan diri pada peningkatan tingkat produksi dari proses itu. Pabrikasi sinkron bertujuan untuk menyeimbangkan aliran produk melalui sistem, yang meninggalkan tingkat-tingkat keluaran berbagai operasi tidak seimbang.


Bahan pertimbangan dalam membuat kebijaksanaan mengenai lapangan kerja

Status Sosial
Ada masyarakat yang menentukan status seseorang berdasarkan kasta atau kelompok sosial dimana ia dilahirkan. India adalah salah satu contoh yang masih mempertahankan sistem kasta, walaupun masih sering terjadi pertikaian antar kelompok yang berakibat pembunuhan atau pembakaran rumah. Pertikaian ini biasanya antara kelompok atas dengan kelompok atau kasta bawah yang oleh Mahatma Gandhi disebut sebagai anak-anak Tuhan. Oleh karena itu calon majikan harus berhati-hati apabila mempekerjakan orang-orang Hindu dari kasta atas dengan orang-orang harian kasta bawah dalam satu kelompok kerja.
Di Jepang masih ada kasta yang terbentuk pada abad ke 17. Pada saat rezim feodal Togugawa yang berkuasa membakukan kelompok masyarakat. Kelompok tertinggi untuk tentara dan administrator disebut Samurai. Kelompok berikutnya yaitu petani, pengrajin, dan mekanik. Sedangkan kelompok terendah yaitu mereka yang dianggap sebagai pekerja kasar seperti jagal dan kuli.

Gender
Tingkat kebebasan wanita dan tanggapan wanita pada kekuatan buruh di AS dan Eropa Barat pada umumnya lebih baik daripada di negara lain. Di Iran kaum wanita telah melangkah keluar tradisinya. Namun pada saat pergantian Shah, kaum wanita diperintahkan untuk kembali ke tradisi semula sebagai seorang wanita, baik cara berpakaian maupun kegiatan lainnya.
Majikan harus mempertimbangkan sikap terhadap jenis kelamin di lingkungan masyarakat di mana ia berada. Kaum wanita di AS mendapatkan tanggapan positif di dunia bisnis maupun profesi lainnya dan keberadaan wanita di sektor ini dapat menguntungkan dunia usaha. Tetapi terdapat banyak negara di mana ketentuan adat,perilaku atau agama kurang mendukung kaum wanita dalam profesi dan bisnis.

Bagaimanakah wanita di komisi PBB dan Uni Eropa? Dari 136 jabatan Kepala Sekretariat atau Kepala Badan di badan dunia PBB, hanya ada satu orang perempuan yang menduduki jabatan tersebut. Pada organisasi Uni Eropa terdapat 30 jabatan untuk Direktur Jenderal, namun hanya satu jabatan yang diduduki oleh wanita. Walaupun Komisi Uni Eropa mempublikasikan persamaan kesepakatan untuk menduduki suatu jabatan, namun pada kenyataannya posisi tertinggi yang diduduki wanita hanya sebagai Sekretaris atau asisten eksekutif.

Ras
Konflik rasial dan diskriminasi terjadi di seluruh belahan dunia. Konflik perbedaan warna kulit, terjadi di Amerika, Afrika Selatan, dan Inggris. Selain itu di Afrika terjadi konflik rasial antara orang Arab, India dan Pakistan melawan orang kulit hitam Afrika.
Warga keturunan Korea di Jepang juga mendapat perlakuan diskriminasi dalam hal penundaan menjadi warga negara Jepang. Warga Jepang keturunan Korea kemudian mendapat perhatian dan tidak dianggap sebagai pekerja asing, 80% lebih warga keturunan Korea menikah dengan orang Jepang dan anak-anak mereka otomatis menjadi warga negara Jepang. Selain itu kelompok kulit hitam juga melakukan diskriminasi terhadap suku lain seperti yang terjadi di Uganda dengan melakukan penjarahan kekayaan orang-orang keturunan India dan Pakistan.


Ketiga Toyota memperkenalkan Toyopet, yang dilaksanakan adalah sekedar penjualan. Tetapi daya, tahapan pengambilalian pasar, dan tahap pengembangan, Toyota bergerak cepat ke cara berpikir pemasaran. Jepang mulai menyempurnakan falsafat dan teknik pemasaran mereka dengan hebat. Sementara itu Detroit gagal menyadari perbedaan antara menjual dan memasarkan. Baru pada tahun 1974 itu, ketika Jepang telah meraih bagian pasar yang mengkhawatirkan, Richard Gersetenberg, yang kemudiaan menjadi pemimpin General Motors, ‘Kami menghadapi pekerjaan yang urusannya dengan agen adalah menjualnya kepada para pelanggan.’
Hukuman untuk sikap ini sungguh keras. Henry Ford II memperkirakan bahwa “untuk setiap 1 persen penetrasi impor ada 20.000 pekerjaan yang berkurang di Amerika Serikat”. Ironi yang menyedihkan adalah bahwa Jepang mulai dengan teknik – teknik Amerika sesudah perang dunia II dan berkembang dengan cepat, sementara Detroit masih berdiri.
Tidak adanya aktifitas tadi menyumbang besar untuk keberhasilan Jepang. Bahkan ketika para pembuat mobil Detroit memberikan reaksi, upaya mereka tidak direncanakan dengan baik. Pengenalan model – model Ford justru cenderung untuk menyapu model – modelnya sendiri daripada memukul impor Jepang. Sebagaimana yang diobservasikan Newsweek dalam tahun 1971 “Pinto sedang mengunyah – kunyah Maverick, sebagaimana Maverick melalap Mustang”. Ketika GM memperkenalkan mobil subkompaknya sendiri Vega, mobil itu amat rendah mutunya dan tidak cocok dengan spesifikasi yang diumumkan, yang dianggap perlu oleh perusahaan untuk bersaing dengan model – model Jepang.
Para pemasar Jepang terus menerus memakai waktunya untuk menyempurnakan strategi pemasaran mereka. Mereka menekankan pemasaran pasar dan pasar sasaran; mutu produk dan inovasi; penetapan harga sesuai dengan nilai yang diharapkan; pemilihan agen yang seksama dan motivasinya; periklanan yang deras dan terarah.
Tema-tema pemasaran ini dikejar dalam konteks dari, dan dalam konfigurasi dengan, suatu himpunan pemikiran strategis yang lebih luas, yang dikembangkan di Jepang selama periode beberapa ratus tahun. Pemikiran strategi Jepang sangat dipengaruhi oleh The book of five rings, ditulis tahun 1645 oleh Mayamoto Mussahi, seorang jago perang Samurai yang masyur. Buku Musashi menekankan sangat pentingnya mengambil inisiatif dan merintangi musuh disetiap sudut. Ia menekankan tunggalnua tujuan, memukul lawan tanpa kesakitan sampai ia tidak lagi merupakan ancaman dan memahami musuh sampai pada titik pemikiran seperti dirinya.
Pertimbangan resep strategis yang khas Musashi, berjudul “lukailah sudut-sudut”
Sukarlah untuk menggerakan barang - barang yang kuar dengan mendorongnya secara langsung. Maka kamu harus “melukai sudut – sudutnya”. Dalam strategis berskala luas, bermanfaat untuk menyerang sudut-sudut kekuatan musuh. Kalau sudut – sudut pojok itu sudah terkalahkan, jiwa seluruh tubuh itu juga akan dikalahkan. Untuk mengalahkan musuh kami harus meneruskan dengan serangan, bila sudut pojok sudah jatuh.

Perusahaan–perusahaan mobil Jepang dalam teknik memasuki pasar mempergunakan prinsip ini. Tekanan Jepang yang konstan di setiap unsur bauran pemasaran “melukai sudut-sudut pojok” dari para pembikin mobil Amerika Serikat. Namun bagi Musashi, tujuan strategis adalah untuk membinasakan musuh.
Kalau musuh kurang terampil dari seseorang, kalau iramanya sudah tidak teratur, atau kalau ia sudah bersikap menghindari atau mundur, kita harus seketika itu juga membinasakannya. Hal utama adalah jangan membiarkan musuh memulihkan kedudukannya, kalau pun hanya sedikit saja. Kamu harus meneliti hal ini sedalam – dalamnya.

Satu–satunya cara untuk ‘membinasakan’ musuh adalah dengan serangan langsung. Semangat dan kekuatan musuh yang luar biasa dan dapat dengan sabar dilunturkan dengan memata-matainya dan serangan – serangan semu – yaitu “melukai pojokan”. Meskipun begitu, objek strategis tidak tercapai tanpa dengan memuncak pada serangan langsung. Jepang belum mencapai tujuan ini di pasaran Amerika Serikat, tetapi mereka sejumlah besar industri lain, seperti yang akan kita lihat nanti.
Sebagai para perencana strategis yang ulung, Jepang mengarahkan upaya pemasarannya tidak pada di mana ada persaingan, melainkan di tempat yang mereka perkirakan sebagai arena pertempuran kompetitif di masa depan.
Tindakan ini sangat berhasil melawan pendirian banyak perusahaan Amerika yang pada dasarnya bersikap defensif dan berjangka pendek. Agar tidak terperangkap lebih jauh lagi oleh serangan-serangan yang menusuk dan menelikung, perusahaan – perusahaan Amerika harus mengembangkan strategis yang berlingkup lebih lama, didasarkan pada posisi menyerang bila menghadapi para pesaing mereka.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites