Minggu, 09 Oktober 2011

INVENTORY



.1 DEFINISI INVENTORY
Definisi persediaan bagi perusahaan dagang adalah barang dagangan yang disimpan untuk dijual dalam operasi normal perusahaan.
Bagi perusahaan manufaktur, persediaan adalah bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu.

1.2 PENGARUH KESALAHAN INVENTORY TERHADAP LAPORAN KEUANGAN
Kesalahan dalam persediaan akan mempengaruhi baik neraca maupun laporan laba rugi, oleh karena itu persediaan merupakan mixed account. Misalnya, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan mengakibatkan kekeliruan persediaan akhir, aktiva lancar dan total aktiva pada neraca.
Disamping itu, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan menimbulkan kekeliruan harga pokok penjualan(CGS), gross profit dan net income pada laporan laba rugi.
Dan akhirnya, ekuitas pemilik juga akan salah. Kesalahan ekuitas pemilik akan setara dengan kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar dan total aktiva.
Contoh :
Berdasarkan perhitungan fisik persediaan pada tanggal 30 Desember 2002, Sapra Company secara tidak sengaja salah mencatat persediaan fisik sebesar Rp 115.000.000, seharusnya Rp 125.000.000. Akibatnya , persediaan barang dagang, current assets dan total assets yang dilaporkan dalam balance sheet per 31 Desember 2002 dinyatakan terlalu rendah Rp 10.000.000 (understated). Sebaliknya CGS dinyatakan terlalu tinggi (overstated) dan gross profit dan net income terlalu rendah , semuanya sebesar Rp 10.000.000, seperti yang dijelaskan berikut ini :
Balance Sheet Income Statement
Merchandise Inventory 10 juta understated CGS/CMS 10 jt overstated
Current Assets 10 juta understated Gross Profit 10 jt understated
Total Assets 10 juta understated Net Income 10 jt understated
Owner’s Equity 10 juta understated.
Jika kesalahan perhitungan persediaan sebesar Rp 10.000.000 terlalu tinggi, maka akibat kesalahannya kebalikan dari semua yang telah dijelaskan diatas.
1.3 Pengendalian Internal atas Persediaan
Biaya atau harga pokok merupakan pos yang signifikan dalam laporan keuangan banyak perusahaan. Apa yang dimaksud dengan istilah persediaan?
Persediaan (inventory) adalah :
Barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi normal perusahaan
Dan Bahan baku yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan proses produksi.
Materi dalam modul ini akan berfokus pada persediaan barang dagang saja.
Harga pokok persediaan barang dagang adalah harga beli dikurangi diskon pembelian (jika ada). Biaya-biaya ini merupakan bagian terbesar dari biaya persediaan. Persediaan barang dagang juga mengandung biaya-biaya lain seperti transportasi, cukai impor, dan biaya asuransi atas kehilangan dalam perjalanan.
Dua tujuan dari pengendalian internal persediaan adalah mengamankan persediaan dan melaporkannya secara tepat dalam laporan keuangan. Pengendalian internal ini bisa bersifat preventif maupun detektif. Pengendalian preventif dirancang untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan. Pengendalian detektif ditujukan untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang telah terjadi.
Pengendalian persediaan harus dimulai segera setelah persediaan diterima. Laporan penerimaan yang belum diberi nomor harus diisi oleh departemen penerimaan perusahaan dalam rangka menetapkan tanggung jawab. Untuk memastikan bahwa persediaan yang diterima sesuai dengan yang dipesan, setiap laporan penerimaan harus dicocokkan dengan pesanan pembelian. Begitu juga, harus yang tertera dalam pesanan pembelian harus dibandingkan dengan harga yang tertera dalam faktur yang dikirimkan oleh pemasok. Setelah laporan penerimaan, pesanan pembelian, dan faktur pemasok dicocokkan, perusahaan harus mencatat persediaan dan utang usaha yang terkait dalam catatan akuntansi.
Pengendalian untuk melindungi persediaan melibatkan pembentukan dan penggunaan tenaga keamanan untuk mencegah kerusakan persediaan atau pencurian oleh karyawan. Sebagai contoh, persediaan harus disimpan dalam gudang atau area lain yang aksesnya dibatasi pada karyawan tertentu saja. Pengeluaran barang dari gudang harus dikontrol dengan menggunakan formulir permintaan barang, yang harus disahkan oleh petugas yang berwenang. Area penyimpanan juga harus aman dari cuaca, misalnya, panas atau dingin, yang bisa merusak persediaan. Selain itu, jika perusahaan tidak beroperasi atau tidak buka, area penyimpanan harus dikunci.
Pemakaian sistem persediaan perpetual juga menyediakan cara yang efektif untuk mengendalikan persediaan. Jumlah setiap jenis barang dagang selalu tersedia dalam buku besar pembantu persediaan (inventory ledger). Di samping itu , buku besar pembantu bisa membantu menentukan kuantitas persediaan yang tepat.
Untuk memastikan keakuratan jumlah persediaan yang dilaporkan dalam laporan keuangan, perusahaan dagang harus melakukan hitung fisik persediaan (physical inventory). Dalam sistem persediaan perpetual, persediaan fisik dibandingkan dengan catatan persediaan dalam rangka menentukan besarnya penciutan atau kekurangan. Jika penciutan persediaan sangat tajam dan tidak biasa, manajemen dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengambil tindakan korektif apapun yang diperlukan. Mengetahui akan dilakukannya perhitungan fisik persediaan juga membantu mencegah karyawan mencuri atau menggelapkan persediaan.

1.4 ASUMSI – ASUMSI ARUS COST INVENTORY
Ada tiga asumsi arus cost yang digunakan dalam bisnis, masing-masing asumsi ini diidentifikasikan dengan metode kalkulasi cost persediaan, seperti yang diperlihatkan dibawah ini :
Asumsi arus cost Metode Kalkulasi Cost Persediaan
1. Arus cost searah dengan urutan terjadinya cost 1. F I F O
2. Arus cost berbalik arah dengan urutan terjadinya
cost. 2. L I F O
3. Arus cost adalah rata-rata dari cost yang telah
terjadi 3. Average
Jika perusahaan menggunakan metode FIFO ------- persediaan akhir terdiri dari cost paling belakang,
Jika perusahaan menggunakan metode LIFO --------- persediaan akhir terdiri dari cost paling awal.
Jika perusahaan menggunakan metode average --------- unit cost dalam persediaan adalah rata-rata dari cost pembelian.


Masalah akuntansi yang penting muncul jika unit-unit barang dagang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda selama suatu periode. Dalam kasus semacam itu, pada saat barang dagang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya per unit agar ayat jurnal akuntansi yang tepat dapat dibuat. Sebagai contoh; asumsikan bahwa 3 unit item x yang identik dibeli selama bulan Mei dengan harga sebagai berikut:
Item X Unit Biaya/Harga Pokok
10 Mei Pembelian 1 $ 9
18 Mei Pembelian 1 $ 13
24 Mei Pembelian 1 $ 14
---------------- ------------------
Total 3 $ 36
Biaya rata-rata per unit $ 12
Asumsikan bahwa satu unit dijual pada tanggal 30 Mei seharga $ 20. Jika unit ini dapat diidentifikasi dengan pembelian khusus, maka metode identifikasi khusus (specific identification method) dapat digunakan untuk menentukan biaya dari unit yang dijual. Sebagai contoh, jika unit yang dijual adalah unit yang dibeli tanggal 18 Mei, maka biaya yang dibebankan ke unit tersebut adalah $ 13 dan laba kotornya adalah $ 7 ( $ 20 - $ 13). Namun, jika unit yang terjual ternyata adalah unit yang dibeli pada tanggal 10 Mei, maka harga pokok dari unit yang terjual adalah $ 9 dan laba kotor adalah $ 11 ( $ 20 - $ 9).
Metode identifikasi khusus tidaklah praktis kecuali masing-masing unit dapat diidentifikasi secara akurat. Dealer mobil misalnya mungkin bisa menggunakan metode ini karena setiap mobil mempunyai nomor seri yang unik. Akan tetapi, bagi banyak perusahaan unit-unit yang identik tidak dapat diidentifikasi secara terpisah, dan arus biaya diasumsikan. Yaitu, unit mana yang telah dijual dan unit mana yang masih dalam persediaan harus diasumsikan.

1.5 SISTEM PENCATATAN INVENTORY
Ada dua sistem pencatatan inventory, yaitu :
Physical Inventory System / Periodical
Dengan sistem ini persediaan dihitung dengan cara menentukan kuantitas setiap jenis barang, dengan melakukan perhitungan fisik persediaan. Perhitungan fisik persediaan dilakukan setiap akhir periode akuntansi.
Perpetual Inventory System
Dengan sistem ini , keluar masuknya persediaan selalu dicatat dalam catatan akuntansi, sehingga jumlah persediaan selalu diketahui setiap saat.
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini diperlihatkan perbedaan dari kedua metode diatas, terutama ayat jurnalnya.

Physical Perpetual

Pada saat pembelian
Purchase XX Merchandise Inv. XX
Cash (A/P) XX Cash (A/P) XX

Pada saat penjualan
Cash (A/R) XX Cash (A/R) XX
Sales XX Sales XX
CGS XX
Merch. Inventory XX

1.5 METODE PENENTUAN HARGA POKOK INVENTORY (INVENTORY COSTING METHODS)
Ada tiga metode penentuan harga pokok persediaan , yaitu : FIFO, LIFO, AVERAGE.
Apabila dihubungkan dengan sistem pencatatan persediaan terlihat seperti dibawah ini :
Physical Inventory System



FIRST IN FIRST OUT (FIFO) LAST IN FIRST OUT (LIFO)

AVERAGE COST METHOD WEIGHTED AVERAGE

Perpetual Inventory System



FIRST IN FIRST OUT (FIFO) LAST IN FIRST OUT (LIFO)

AVERAGE COST METHOD MOVING AVERAGE


1.6 METODE KALKULASI COST INVENTORY MENURUT SISTEM PERIODIK
FIFO
Menurut metode FIFO, ending inventory dinilai berdasarkan cost terakhir.
Misal : dibawah ini disajikan data-data yang berhubungan dengan inventory :
1 Jan Inventory 200 units @ Rp 9.000 Rp 1.800.000
10 Mart Purchase 300 units @ Rp 10.000 Rp 3.000.000
21 September Purchase 400 units @ Rp 11.000 Rp 4.400.000
18 Nov Purchase 100 units @ Rp 12.000 Rp 1.200.000
Available for sale 1000 units Rp 10.400.000
==== ==========
Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa :
Terjual (sales) 700 unit
Ending Inventory 300 unit
Harga Pokok dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sebagai berikut :
Cost awal 1 Jan 200 unit @ Rp 9.000 =Rp 1.800.000
Purc. 10 Mart 300 @ Rp 10.000 =Rp 3.000.000
Purc.21 September 200 @ Rp 11.000 =Rp 2.200.000
CGS 700 Rp 7.000.000
Ending Inventory per 31 Desember dihitung sbb :
Available for sale Rp 10.400.000
CGS Rp 7.000.000
Ending Inventory Rp 3.400.000
Ending Inventory tersebut juga merupakan perhitungan dari cost terakhir yaitu :
18 Nov Purc. 100 unit @ Rp 12.000. Rp 1.200.000
21 September Purc. 200 unit @ Rp 11.000 Rp 2.200.000
Ending Inventory Rp 3.400.000

LIFO
Menurut metode LIFO, ending inventory dinilai berdasarkan cost awal pembelian.
Berdasarkan contoh di atas, maka CGS 700 unit dapat dihitung sbb :
18 Nov 100 unit @ Rp 12.000 Rp 1.200.000
21 September 400 unit @ Rp 11.000 Rp 4.400.000
10 Mart 200 unit @ Rp 10.000 Rp 2.000.000
CGS 700 unit Rp 7.600.000
Ending Inventory per 31 Desember dihitung sbb :
Available for sale Rp 10.400.000
CGS Rp 7.600.000
Ending Inventory Rp 2.800.000
Ending Inventory tersebut juga merupakan perhitungan dari cost terakhir yaitu :
1 Jan 200 unit @ Rp 9.000. Rp 1.800.000
10 Mart Purc. 100 unit @ Rp 10.000 Rp 1.000.000
Ending Inventory Rp 2.800.000

AVERAGE COST METHOD (WEIGHTED AVERAGE)
Cost per unit persediaan dihitung dengan rumus sbb :
Average Cost per unit = Total Cost
Total Unit
Dari contoh diatas rata-rata cost persediaan dan persediaan akhir dapat dihitung sbb :
Average unit cost : Rp 10.400.000 : 1.000 unit = Rp 10.400
Ending Inventory : 300 unit @ Rp 10.400 = Rp 3.120.000
CGS : 700 unit @ Rp 10.400 = Rp 7.280.000

1.7 PERBANDINGAN FIFO, LIFO, AVERAGE
FIFO LIFO AVERAGE
Available for sale 10.400.000 10.400.000 10.400.000
Ending Inventory 3.400.000 2.800.000 3.120.000
CGS 7.000.000 7.600.000 7.280.000
======= ======= =======

Metode Kalkulasi Biaya Persediaan menurut Sistem Persediaan Perpetual
Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan barang dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit persediaan Barang Dagang dan mengkredit Kas atau Utang Usaha. Pada tanggal penjualan, Harga Pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan Barang Dagang.
Seperti telah dibahas sebelumnya, pada saat unit-unit item yang identik dibeli dengan harga yang berbeda-beda sepanjang suatu periode, perusahaan harus membuat asumsi arus biaya. Dalam hal ini, digunakan metode FIFO, LIFO atau biaya rata-rata.


DAFTAR PUSTAKA :
Warren Reeve Fees, Accounting, 20th editions, South-Western : Thompson Learnin, 2002.
Horngren dkk, Accounting, 5 th editions, New Jersey : Prentice Hall Int,Inc,2002.



Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites